BAB I


CYBER CRIME/CYBER LAW
1.1. Definisi Cyber Crime Dan Cyber Law
Cybercrime merupakan gabungan dari dua kata dari Bahasa Inggris, yaitu cyber yang bermakna dunia maya dan crime yang bermakna criminal atau perbuatan yang melanggar norma. Namun, istilah cyber crime menurut Crime-research.org dalam Juju Dominikus (2010:73) didefinisikan sebagai suatu tindak kriminal yang dilakukan melalui media internet melalui komputer dan dapat mempengaruhi keadaan peralatan komputer maupun si pemakai yang dituju.

Dari definisi diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa cybercrime merupakan sebuah tindakan yang dianggap merugikan orang lain, dikarenakan ia dikategorikan sebagai tindak kriminal oleh definisi tersebut. Namun, berdasarkan dari definisi tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa seseorang yang berusaha melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk melakukan tindak kriminal, maka digolongkan sebagai Cyber Crime.
Perkembangan teknologi yang pesat pada zaman ini, membuat berbagai kegiatan yang tergolong cyber crime makin marak dan tak terkandali. Oleh karenanya, Pemerintah membuat suatu aturan yang disebut dengan Cyber Law. Cyber law menurut Sunarto (2006:42) adalah upaya untuk melindungi secara hukum yang berkaitan dengan dunia maya atau internet. Tujuan dari dibentuknya cyber law sendiri menurut Sunarto (2006:42) adalah :
  1. Melindungi data pribadi
  2. Menjamin kepastian hukum
  3. Mengatur tindak pidana cyber crime
Sedangkan, pengertian cyber law yang lain adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Dari kedua pengertian cyber law diatas, kita simpulkan bahwa setiap kegiatan yang melanggar ketentuan hukum di dunia maya, maka kegiatan tersebut dapat dipidanakan alias pelakunya dapat diberi hukuman tertentu.

1.2. Jenis Cyber Crime
Berdasarkan jenis aktivitas yang dilakukannya, cyber crime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
1.      Unauthorized Access
2.      Illegal Contents

3.      Penyebaran Virus Secara Sengaja
4.      Data Forgery
5.      Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
6.      Cyber Stalking
7.      Carding
8.      Hacking dan Cracker
9.      Cybersquatting and Typosquatting
10.  Hijacking
11.  Cyber Terorism
1.3. Contoh Kasus
            Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah berupa computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.  Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni criminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
1.4. Undang-undang ITE di Indonesia
            Di negara kita terkenal dengan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum. Untuk dunia informasi teknologi dan elektronik dikenal dengan UU ITE. Undang-undang ITE ini sendiri dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan yang menghasilkan undang-undang nomor 11 tahun 2008. Keputusan ini dibuat berdasarkan musyawarah mufakat untuk melakukan hukuman bagi para pelanggar terutama di bidang informasi teknologi elektronik. Berikut sebagian inti dari undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi & Teknologi Elektronik (ITE) mengenai hukuman dan denda untuk setiap pelanggarannya:
a.       Pasal 27
Denda Rp. 1 miliar dan enam tahun penjara bagi orang yang membuat, mendistribusikan, mentrasmisikan, materi yang melanggar kesulilaan, judi, menghinan dan mencemari nama baik, memeras dan mengancam.
b.      Pasal 28
Denda Rp. 1 miliar dan enam tahun penjara bagi orang yang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, sehingga merugikan konsumen transaksi elektronik dan menimbulkan kebencian dan permusuhan antarkelompok.
c.       Pasal 30
Denda Rp. 600-800 juta dan penjara 6-8 tahun bagi orang yang memasuki komputer atau sistem elektronik orang lain, menerobos, sampai menjebol sistem pengamanan.
1.5. Pentingnya Cyber Law
Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun perdatanya.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUHP Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasus carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.